Memiliki pandangan hidup yang positif, atau selalu berpikiran positif dalam segala hal, memang bisa membantu kamu melewati masa-masa sulit dalam hidup. Namun, kepositifan juga bisa menjadi toxic, jika kamu tidak tulus dan jika kamu terus menekan atau menahan emosi kamu yang sebenarnya. Kejadian itulah yang disebut sebagai toxic positivity. Hal itu bisa membahayakan kondisi emosional dan kondisi mental kamu.
Berikut adalah daftar alasan mengapa toxic positivity bisa membahayakan diri kamu :
- Media sosial sebagai salah satu sumber utama masalah
Di media sosial, orang suka tampil sempurna dan hanya berbagi sisi baik dari kehidupan masing-masing. Rasa khawatir, pergumulan, dan berbagai perasaan negatif yang mereka rasakan umumnya tidak akan ditampilkan di media sosial, melainkan tersembunyi dalam kehidupan nyata.
Orang juga kerap mengunggah postingan motivasi seperti, “Don’t worry be happy!” atau “Everything is going to be okay. Positive vibe only!”. Mengesampingkan, menolak atau menahan emosi negatif yang ada di dalam diri kamu, agar tetap terlihat bahagia, bukanlah sebuah penyelesaian masalah.
- Kamu mulai menyembunyikan emosi kamu, dan itu bisa berbahaya
Saat kamu melihat postingan yang hanya menampilkan orang-orang bahagia yang selalu ceria, meskipun itu mungkin bukan yang mereka rasakan, kamu mungkin merasa tertekan untuk ikut tampil serupa. Kamu ingin orang melihat kamu sebagai sosok yang hidupnya bahagia. Jadi, kamu mengenakan topeng dan mencoba membuat hidupmu tampak seperti berjalan baik, dan seperti kamu tidak terpengaruh oleh kesulitan yang kamu alami.
Jika kamu tidak menggunakan topeng, kamu bahkan mulai merasa malu karena membiarkan diri kamu terlihat sedih, cemas, tertekan atau tidak punya harapan. Kamu melihat semua orang positif itu dan melihat keceriaan mereka sebagai tanda kekuatan, dan merasa lemah jika kamu membiarkan diri kamu merasakan emosi “negatif”. Jadi kamu berusaha menyembunyikan perasaan kamu dan mencoba untuk tidak memikirkannya.
Pada kenyataannya, apa yang kamu lakukan tadi hanya akan memperburuk keadaan. Menyembunyikan emosi kamu yang sebenarnya dan tidak mengatasi masalah justru akan menyebabkan lebih banyak stres, kecemasan, dan depresi di masa mendatang.
- Terkadang orang bermaksud baik, tetapi akhirnya orang malah menyakiti kita
Teman dan keluarga kita mungkin ingin membantu dan menghibur kita di saat kita sedang kesulitan, tetapi mungkin sulit menemukan kata atau tindakan yang tepat. Jadi, mereka mungkin mengatakan apa yang biasanya dikatakan orang lain, seperti “Jangan begitu, pikirkan hal positif saja!” atau “Jangan menyerah, ada yang lebih buruk dari kondisimu”, dan lain-lain. Hal semacam ini akan menjadi satu lagi sumber toxic positivity dalam hidup kamu.
Sebaliknya, jika teman atau keluarga kamu benar-benar peduli padamu, mereka pasti akan mengatakan, “Aku rasa kamu benar-benar stres, adakah yang bisa aku lakukan agar kamu merasa lebih baik?” atau “Aku turut prihatin atas apa yang kamu alami. Kamu pasti sangat kesulitan”. Dukungan berupa kata-kata kepedulian dan pelukan dari teman atau keluarga jauh lebih berguna daripada motivasi positif di saat kamu tengah bergumul dengan emosi negatif.
Baca Juga:
5 Tanda Ini Menunjukkan Bahwa Kamu Dibesarkan di Keluarga yang Toxic
6 Kalimat Dukungan yang Ternyata Toxic dan Berbahaya
4 Tipe Toxic Relationship yang Harus Segera Diakhiri
Facebook Comments