Perilaku toxic didefinisikan sebagai pola perilaku yang merusak atau kasar terhadap diri sendiri atau orang lain. Perilaku toxic dalam suatu hubungan dapat berupa kontrol, manipulasi, iri hati, kritik, pelecehan verbal atau fisik, dan penghinaan. Ini sering disebabkan oleh kurangnya kecerdasan emosional, harga diri yang buruk, atau keinginan untuk berkuasa dan mengendalikan orang lain.

Sebaliknya, hubungan yang sehat mencakup rasa saling menghormati, komunikasi, kepercayaan, dan dukungan. Mampu mengekspresikan diri dengan jujur dan sopan, aktif mendengarkan orang lain, dan membuat batasan yang tepat adalah contoh perilaku sehat. Ini juga memerlukan penerimaan tanggung jawab atas perasaan dan perilaku sendiri, serta menghindari pola perilaku yang berbahaya.

Mendengarkan secara aktif, berkompromi, menunjukkan empati dan pengertian, mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan, memberikan dan menerima umpan balik secara konstruktif, dan menghormati perasaan dan kebutuhan orang lain adalah contoh perilaku hubungan yang baik.

Mengontrol tindakan atau keputusan orang lain, menggunakan ancaman atau intimidasi untuk memanipulasi, merendahkan atau menghina orang lain, menuduh atau menghina mereka, dan menunjukkan kurangnya empati atau kepedulian terhadap kesejahteraan mereka adalah contoh perilaku toxic.

Sangat penting untuk membedakan perilaku toxic dari perilaku sehat dalam suatu hubungan dan mengambil tindakan untuk menghadapi dan mengubah pola perilaku yang berbahaya.

Efek Toxic Relationship

Toxic relationship dapat merusak kesejahteraan emosional dan fisik seseorang. Stres dan kekhawatiran yang terus-menerus dapat menyebabkan gejala fisik, termasuk sakit kepala, kelelahan, dan masalah pencernaan. Paparan perilaku toxic jangka panjang juga dapat mengakibatkan keputusasaan, harga diri rendah, dan kesadaran realitas yang miring.

Toxic relationship dapat memiliki konsekuensi sebagai berikut:

  • Harga diri dan harga diri rendah.
  • Depresi dan kecemasan.
  • Isolasi dari keluarga dan teman.
  • Mengalami kesulitan mempercayai individu.
  • Kehilangan semangat untuk melakukan hobi dan aktivitas.
  • Kelelahan emosional.
  • Sakit kepala, kesulitan perut, dan kelelahan adalah contoh gejala fisik.
  • PTSD (gangguan stres pascatrauma).
  • Penyalahgunaan zat.

Sangat penting untuk mengidentifikasi indikator toxic relationship dan mengambil tindakan untuk menghadapi dan mengubah situasi. Mencari bantuan ahli dan menetapkan batasan yang jelas mungkin bermanfaat.

Apakah Mungkin Memperbaiki Toxic Relationship?

Wajar jika ingin menyelamatkan hubungan yang pernah membawa kegembiraan dan persahabatan. Kabar baiknya adalah memperbaiki toxic relationship itu mungkin, tetapi itu membutuhkan usaha, kesabaran, dan dedikasi. Berikut adalah beberapa tips khusus untuk membantu Anda membalikkan keadaan.

  1. Kemauan untuk berinvestasi

Hubungan membutuhkan investasi dari kedua belah pihak. Toxic relationship dapat diperbaiki hanya jika kedua pasangan bersedia bekerja untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Ini berarti bersedia memprioritaskan hubungan, meluangkan waktu untuk satu sama lain, dan berupaya berkomunikasi secara efektif.

  1. Penerimaan tanggung jawab

Dalam hubungan apa pun, ada dua sisi dari setiap cerita. Kedua pasangan harus mau bertanggung jawab atas tindakan dan perilaku mereka. Ini berarti mengakui peran yang mereka mainkan dalam masalah hubungan, meminta maaf atas luka yang mungkin mereka timbulkan, dan berkomitmen untuk mengubah pola negatif.

  1. Keterbukaan terhadap bantuan luar

Terkadang, suatu hubungan membutuhkan bantuan pihak luar, seperti konselor atau terapis. Mencari bantuan bukanlah tanda kelemahan tetapi tanda kekuatan. Seorang profesional dapat membantu kedua pasangan mengidentifikasi pola negatif dan mengembangkan kebiasaan sehat untuk memperbaiki hubungan.

  1. Bergeser dari menyalahkan menjadi memahami

Dalam toxic relationship, saling menyalahkan menjadi norma. Mitra perlu mengalihkan fokus dari menyalahkan menjadi pengertian. Ini berarti secara aktif mendengarkan satu sama lain, mencoba melihat perspektif orang lain, dan memvalidasi perasaan mereka.

Baca Juga :

<strong>5 Fakta Tentang Rambut Rontok yang Perlu Anda Ketahui</strong>

<strong>Membongkar 5 Mitos Rambut Rontok</strong>

Facebook Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may also like

9 Tips Menjaga Hubungan Interpersonal Yang Kuat

Manusia adalah makhluk sosial; kita bergantung pada hubungan